Makalah Pemanasan Global
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya
ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat penyertaan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Berkat dorongan serta bantuan
mereka, saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya berharap makalah
ini dapat menjadi bahan informasi penunjang bagi kita semua. Semoga para
pembaca dapat lebih mengerti mengenai pemanasan global setelah membaca makalah
saya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh
kekurangan. Maka dari itu, kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak sangat diperlukan demi menyempurnakan makalah ini. Akhir kata,
saya ucapkan selamat membaca dan terima kasih.
Depok,
26 Mei 2017
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Beberapa
dekade belakangan ini telah terjadi perubahan iklim akibat dari pemanasan
global. Kini, pemanasan global telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh
semua manusia di dunia ini. Terbukti bahwa sudah banyak organisasi-organisasi
baik lokal, nasional, maupun multinasional telah memulai gerakan Go Green,
sebagai salah satu upaya mencegah pemanasan global yang makin tahun makin
parah. Iklam yang telah berubah juga mempengaruhi banyak aspek yang ada di
sekitar kita seperti perubahan curah hujan, ketersedian air, salinitas air, dan
masih banyak lagi.
Salah satu dampak revolusi industri yang telah terjadi
dan masih terus berlanjut pada masa sekarang dalam kehidupan dan peradaban
manusia adalah dampaknya bagi lingkungan yang ada di sekitar manusia itu
sendiri. Ekspansi usaha yang dilakukan oleh para pelaku industri seperti
pembangunan pabrik-pabrik dan pembuatan produksi dengan kapasitas besar dengan
mengesampingkan perhatian terhadap dampaknya bagi lingkungan secara perlahan
namun pasti telah mengakibatkan kelalaian yang pada akhirnya akan merugikan
lingkungan tempat tinggal manusia dan kehidupannya.
Para
ahli lingkungan telah menemukan indikasi adanya dampak yang terbesar bagi
lingkungan dan dunia secara global akibat usaha perindustrian yang dilakukan
dan telah berkembang pesat saat ini. Dampak negatif ini adalah terjadinya
pemanasan di dunia dan sering disebut sebagai Global Warming yang diantara
beberapa akibatnya adalah perubahan iklim yang terjadi di bumi sekarang ini.
B. TUJUAN
1. Tujuan Utama
Mengetahaui apa itu “Pemanasan Global”
2. Tujuan Khusus
Mengetahui
secara rinci pengertian “Pemanasan Global”
Mengetahui
secara rinci penyebab terjadinya “Pemanasan Global”
Mengetahui
secara rinci akibat dari terjadnya “Pemanasan Global”
Mengetahui secara rinci langkah-langkah pengendalian
“Pemanasan Global”
BAB II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming)
adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan dataran
bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33
± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya
30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara G8.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh
projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C
(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
B.
PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
1. Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut
berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang
radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus
sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada
di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu
rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas
33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca
suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi.
Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer,
akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek
umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh
adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada
awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena
uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan
menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan
konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.
(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak
menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara
perlahan-lahan karena CO2 memiliki
usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat
ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan
balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap
air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan
dalam Laporan Pandangan IPCC ke empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya
kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang
berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan
cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap
lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan
menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang
berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas
CH4 yang juga
menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia
menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang
rendah.
3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan
pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah
diamati sejak tahun 1960, yang
tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama pemanasan
saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan
tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan
sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah berkontribusi terhadap
45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek
pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan
bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan
yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak
menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
C.
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL
Para ilmuwan menggunakan
model komputer dari suhu, pola presipitasi,
dan sirkulasi atmosfer untuk
mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah
membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
1. Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan
global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan
memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung
es akan mencair dan daratan
akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut.
Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan
mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi
salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan
lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim
dingin dan malam hari akan
cenderung untuk meningkat.
Daerah yang hangat akan menjadi lebih
lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum
begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan
tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak,
sehingga akan memantulkan cahaya
Matahari kembali ke angkasa
luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air).
Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar
1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh
dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu,
air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
2. Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga
akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut
di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20,
dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9
– 88 cm (4 - 35 inci) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di
daerah pantai. Kenaikan
100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh,
dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir
akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara
sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka
laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak
di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan
menutupi sebagian besar dari Everglades, Florida.
3. Suhu global cenderung meningkat
Orang
mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian selatan Kanada,
sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan
lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di
beberapa bagian Afrika mungkin
tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin,
yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat
mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguan
ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi
makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian
besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung
untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah
arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya
menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang
terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin
juga akan musnah.
5. Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malagizi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub
utara dapat menyebabkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana
alam (banjir, badai dan kebakaran)
dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana
alam biasanya disertai dengan
perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit,
seperti: diare, malagizi, defisiensi
mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit
kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran
penyakit melalui air (waterborne diseases)
maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases).
Seperti meningkatnya kejadian demam
berdarah karena munculnya
ruang (ekosistem)
baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya
perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq aedes
aegypti), virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun
punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan
berdampak perubahan iklim (climate change) yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak
menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh
pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidioidomycosis, penyakit
jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
D.
PENGENDALIAN PEMANASAN GLOBAL
Konsumsi total bahan
bakar fosil di dunia
meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang
sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada
masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul
sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada
masa depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi
dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan
penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat
membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa
negara, seperti Amerika
Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga
koridor (jalur) habitatnya,
mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies
dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke
habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk
memperlambat semakin bertambahnya gas
rumah kaca. Pertama, mencegah karbon
dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau
komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua,
mengurangi produksi gas
rumah kaca.
1. Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbon
dioksida di udara adalah
dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama
yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon
dioksida yang sangat banyak,
memecahnya melalui fotosintesis,
dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh
dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang
mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali
karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain,
seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk
mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas
rumah kaca.
Gas karbon
dioksida juga dapat
dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas
tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke
permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery).
Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti
dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer.
Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di
mana karbon
dioksida yang terbawa ke
permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke
permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon
dioksida adalah pembakaran bahan
bakar fosil. Penggunaan bahan
bakar fosil mulai meningkat
pesat sejak revolusi
industri pada abad ke-18.
Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk
kemudian digantikan oleh minyak
bumi pada pertengahan abad ke-19.
Pada abad ke-20,
energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren
penggunaan bahan
bakar fosil ini sebenarnya
secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke
udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan
dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian,
penggunaan energi
terbaharui dan energi
nuklir lebih mengurangi
pelepasan karbon
dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial
karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbon
dioksida sama sekali.
2. Persetujuan internasional
Kerja sama internasional diperlukan
untuk mensukseskan pengurangan gas-gas
rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit di Rio
de Janeiro, Brasil, 150 negara
berikrar untuk menghadapi masalah gas
rumah kaca dan setuju untuk
menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997
di Jepang, 160 negara
merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol
Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum
diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang
persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong
emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini
harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika
Serikat mengajukan diri untuk
melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga
7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa,
yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya,
sebagian besar negara
berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George
W. Bush mengumumkan bahwa
perjanjian untuk pengurangan karbon
dioksida tersebut menelan
biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa
negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon
dioksida ini. Protokol
Kyoto tidak berpengaruh
apabila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari
emisi gas
rumah kaca pada tahun 1990
tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir
Putin meratifikasi perjanjian
ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16
Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol
Kyoto terlalu lemah. Bahkan
jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi
bertambahnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca di atmosfer.
Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara
berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari
emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang
sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika
Serikat terutama dikemukakan
oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang
produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim
bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol
Kyoto dapat menjapai 300
miliar dollar AS,
terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol
Kyoto percaya bahwa biaya
yang diperlukan hanya sebesar 88 miliar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta
dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan,
kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan
lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam
polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon
dioksida terbukti sulit
dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara
industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi
berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi
produksi karbon
dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan
dari penandatangan Protokol
Kyoto bertemu secara reguler
untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode
dan penalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi
gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program
pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi
yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang
sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat
membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih
rendah. Rusia, merupakan
negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990,
ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena
kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari
5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit
emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Pengertian Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
2.
Faktor penyebab pemanasan global: Pemanasan global terjadi ketika ada
konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus
bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon.
3.
Dampak pemanasan global: Dampak pemanasan global yaitu Kekeringan, wabah,
banjir, pecairan es di kutub, kabut asap, kebakaran hutan, Iklim Mulai
Tidak Stabil dan gangguan ekologis.
4.
Pengendalian pemanasan global: Mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfir
dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain
danMenghilangkan karbon dengan cara menanam banyak
pohon serta Mengurangi produksi gas rumah kaca.
B.
SARAN
1.
Masyarakat pada umumnya diharapkan agar mampu menjaga lingkungannya
agar dapat menyelamatkan bumi meski dengan hal-hal kecil, seperti
membuang sampah pada tempatnya, tidak menggunakan produk yang tidak ramah
lingkungan, menanam pohon, dan lainnya.
2.
Pemerintah diharapkan agar lebih proaktif dalam upaya pelestarian lingkungan
dengan menciptakan program-program yang berwawasan lingkungan, seperti
penanaman pohon massal, revitalisasi terumbu karang, atau memberikan izin ketat
bahkan bila perlu melarang kegiatan-kegiatan yang dikhawatirkan merusak
lingkungan, seperti penambangan liar, dan sebagainya.
3.
Lembaga-lembaga terkait diharapkan agar ikut membantu upaya pemerintah dalam
pelestarian lingkungan serta mengajak masyarakat mencintai lingkungannya
seperti mengadakan program penanaman sejuta pohon, mengadakan pelatihan
wirausaha pembuatan bahan bakar non-fosil atau kerajinan barang-barang hasil
daur ulang, penanaman bakau, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar